MASYARAKAT SAMIN SEBUAH POTRET RAGAM BUDAYA BANGSA INDONESIA

Posted: July 9, 2012 in Antropologi, Kuliah

Latar belakang masalah

Indonesia adalah sebuah negara majemuk. Kemajemukan ini ditandai oleh adanya suku-suku bangsa yang tentunya masing-masing mempunyai budaya yang berbeda. Suku bangsa ini seringkali dikatakan sebagai kelompok etnik. Barth (1969), menyatakan bahwa pada umumnya kelompok etnik dikenal sebagai populasi yang secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan.

Corak khas dari suatu kebudayaan bisa tampil karena kebudayaan itu menghasilkan suatu unsur yang kecil berupa suatu unsure kebudayaan fisik dengan bentuk yang khusus. Atau karena di antara pranata-pranatanya ada suatu pola sosial yang khusus. Atau dapat juga karena warganya menganut suatu tema budaya yang khusus. Sebaliknya, corak khas tadi juga dapat disebabkan karena adanya kompleks unsure-unsur yang lebih besar. Berdasarkan atas corak khususnya tadi, suatu unsur kebudayaan dapat dibedakan dari kebudayaan yang lain.koentjaraningrat(1990 hal 263)

Masyarakat samin dengan berbagai tradisi dan budayanya serta memiliki ciri-ciri yang diungkapkan oleh barth, bisa dikatakan salah satu kelompok etnik yang ada di indonesia. Bahkan pemerintah provinsi jawa tengah telah mengakui masyarakat samin sebagai salah stu kelompok etnik yang ada di jawa tengah dari empat etnik yag ada. Komunitas samin adalah sekelompok orang yang mengikuti ajaran samin surosentiko yang muncul pada masa kolonial belan. Pada masa lalu masyarakat samin dapat diidentifikasikan sebagai masyarakat yang ingin membebaskan dirinya dari ikatan tradisi besar yang dikuasai oleh elit penguasa.

Masyarakat tradisional bagaimanapun masih menjunjung tinggi nilai-nilai yang diwarisi secara turun temurun dari nenek moyangnya dulu. Karena itu kelompok masyarakat seperti ini telah memiliki pola budaya tertentu.

Rumusan Masalah:

  1. Bagaimana asal mula ajaran samin?
  2. Bagaimana sistem tatanan kehidupan masyarakat samin sebagai wujud ragam budaya bangsa Indonesia?

Tujuan:

  1. Untuk mengetahui bagaimana asal mula ajaran samin?
  2. Untuk mengetahui bagaimana sistem tatanan kehidupan masyarakat samin sebagai wujud ragam budaya bangsa Indonesia?

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PEMBAHASAN

 

Samin di masyarakat umum terkadang dipahami sebagai orang gemblung karena suka nyeleneh kalau ditanya. Sebagai contoh, ketika ditanya oleh orang dari mana kang? Maka jawaban yang muncul adalah dari belakang. Atau dari depan untuk menjawab pertanyaan mau kemana? Maka jika ada orang ynag tipologinya seperti ini, secara spontan orang akan mengatakan dasar samin.

Komunitas masyarakat samin yang dikenal di Blora dan Pati, yang menurut salah satu pakar, nama ini diambil dari salah satu tokohnya yaitu Samin Surosentiko, memang sudah menjadi kajian para cendekiawan. Baik samin sebagai gerakan maupun samin sebagai falsafah hidup.

Masyarakat samin masih banyak dijumpai dan mereka bertempat tinggal di desa-desa dalam wilayah kabupaten Bojonegoro dan Ngawi propinsi Jawa Timur. Sedangkan untuk wilayah Jawa Tengah tersebar di kabupaten Blora, Pati dan Kudus. Masyarakat samin sebenarnya adalah etnik jawa namun karena mereka memiliki tatanan kehidupan bahkan tradisi yang berbeda dengan masyarakat jawa maka masyarakat samin dianggap sebagai etnis tersendiri.

Asal Ajaran Samin

            Pencetus ajaran saminisme adalah samin surosentiko yang lahir di blora pada tahun 1859. Nama asli samin surosentiko adalah R Kohar yang merupakan anak dari R Surowidjoyo dan cucu dari RM Brotodiningrat yang merupakan Bupati Sumoroto yang berkuasa pada tahun 1802-1826. R Surowidjoyo sejak kecil dididik di lingkungan keratin dengan segala kemewahan. Namun dalam hatinyatimbul perlawanan karena mengetahui rakyatnya sengsara oleh penjajahan belanda. Pada tahun 1840, R Surowidjoyo meninggalkan keratin dan membentuk kelompok pemuda yang dinamakan Tiyang Sami Amin. Kelompok pemuda yang dipimpinnya ini melakukan berbagai perampokan terhadap antek-antek belanda dan membagikan hasilnya kepada orang miskin.

Tahun 1859 lahirlah R Kohar yang kemudian malanjutkan perjuangan ayahnya dan memakai nama samin surosentiko atau samin anom. Berbagai ajaran yang menyimpang dari kehidupan wajar etnis Jawa dan pembangkangan terhadap segala jenis kebijakan penjajah belanda terus disebarluaskan kepada para pengikutnya. Pada tanggal 8 Nopember 1907, samin surosentiko ditangkap oleh belanda dan diasingkan ke Digul. Empat puluh hari sebelum penangkapan itu, samin surosentiko memproklamirkan dirinya sebagai raja tanah Jawa. Pada tahun 1914, samin surosentiko meninggal dalam pengasingannya.

Sepeninggal Samin Surosentiko, kepemimpinan samin diwariskan kepada Suro Kidin dan Mbah Engkrek. Suro kidin adalah menantu samin surosentiko, sedangkan Mbah Engkrek adalah seorang murid setia Samin Surosentiko. Pola kepemimpinan pada masa ini tidak lagi bersifat sentralistik namun lebih bergantung pada pemimpin lokal di masing-masing wilayah.

Generasi berikutnya adalah Surokarto Kamidin, anak dari Suro Kidin. Surokarto Kamidin merupakan pemimpin samin generasi ke-3 dan menetap di dusun Jipang. Surokarto kamidin memegang kepemimpinan pada masa peralihan pendudukan Belanda dan Jipang hingga pada masa kemerdekaan. Pada tahun 1986, surokarto kamidin meninggal dunia dan kepemimpinan samin di dusun Jipang digantikan oleh anaknya, Hardjo Kardi.

Tatanan Kehidupan Masyarakat Samin sebagai Wujud Ragam Budaya Bangsa

Sistem Religi

Dalam hal keyakinan agama, hardjo kardi berpendapat bahwa baik islam, Kristen, maupun agama lainnya itu sama-sama mengarahkan umatnya ke jalan yang baik, tinggal bagaimana penerapannya. Kelugasan dalam berbicara memang tampak jelas dalam langgam tutur warga masyarakat samin. Ki samin memiliki andalan, yaitu jamus kalimasada yang ditulis dalam aksara jawa. Kitab ini sekarang banyak disimpan sesepuh samin di Bojonegoro,Blora, Kudus, Brebes, Pati dan Lamongan.

Menurut Samin Surosentiko, tugas manusia di dunia adalah sebagai utusan Tuhan, jadi apa yang dialami oleh manusia didunia semuanya adalah kehendak Tuhan semata. Seperti yang dikatakan oleh Samin dalam bahasanya sendiri sebagai berikut:

Janjining manungsa gesang wonten donya puniko dados utusaning Pangeran, sagedta amewahi asrining jagad, namung sadarmi nglampahi. Dados dhumawahing lalampahan begja tuwin cilaka, bingah tuwin susah, saras tuwin sakit, sadaya wau sampun ngantos angresula sanget, amergi sampun sagah dene prajanjining manungsa. Gesang wonten ing dunya puniko sageda angestokaken angger-anggering Allah, dateng asalipun piyambak-piyambak”.

Oleh karena itu, soal sedih, sakit, gembira, sehat, bahagia dan tidak bahagia, harus diterima sebagai hal yang wajar. Samin juga mengajarakan kepada murid-muridnya agar berbuat kebajikan, kejujuran, dan kesabaran; walaupun yang bersangkutan hidup menderita, sakit atau luka hati. Murid-muridnya dilarang membalas dendam apabila hatinya dilukai orang. Ajaran tersebut menurut ajaran lisan warga Tapelan Blora dikenal sebagai ”angger-angger praktikel” (hukum tindak tanduk), angger-angger pangucap (hukum berbicara), serta angger-angger lakonana (hukum perihal apa saja yang perlu dijalankan). Sehubungan dengan hal tersebut Samin Surosentiko mengajarkan kepada murid-muridnya agar berbuat kebajikan, kejujuran, dan kesabaran, walaupun orang bersangkutan hidup menderita, sakit atau luka hati.

Sistem Sosial

Dalam pergaulan sehari-hari, baik dengan keluarganya, sesama pengikut ajaran, maupun dengan orang lain yang bukan pengikut samin, orang samin selalu beranjak pada eksistensi mereka yang sudah turun-temurun dari pendahulunya, yaitu ono niro mergo ningsun, ono ningsun mergo niro (adanya saya karena kamu, adanya kamu karena saya). Ucapan itu menunjukkan bahwa orang samin sesungguhnya memiliki solidaritas yang tinggi dan sangat menghargai eksistensi manusia sebagai makhluk individu, sekaligus sebagai maakhluk social. Karena itu, orang samin tidak mau menyakiti orang lain, tidak mau petil jumput (tidak mau mengambil barang orang lain yang bukan haknya), tetapi juga tidak mau dimalingi (haknya dicuri).

Kepedulian Terhadap Lingungan Alam

Pandangan masyarakat samin terhadap lingungan sangat positif, mereka memanfaatkan alam (misalnya mengambil kayu) secukupnya saja dan tidak pernah mengeksploitasi. Hal ini sesuai dengan pikiran masyarakat samin yang cukup sederhana, tidak berlebihan dan apa adanya. Tanah bagi mereka ibarat ibu sendiri, artinya tanah member penghidupan kepada mereka. Sebagai petani tradisional maka tanah mereka perlakukan sebaik-baiknya. Dalam pengolahan lahan (tumbuhan apa yang akan ditanam) mereka hanya berdasarkan musim saja yaitu penghujan dan kamarau. Masyarakat samin menyadari isi dan kekayaan alam habis atau tidak tergantung pada pemakainya.

Upacara dan Tradisi

Upacara-upacara tradisi yang ada pada masyarakat samin antara lain Nyadran (bersih desa) sekaligus menguras sumber air pada sebuah sumur tua yang banyak member manfaat pada masyarakat. Tradisi selamatan yang berkaitan dengan daur hidup yaitu kehamilan, kelahiran, khitanan, perkawinan dan kematian. Mereka melakukan tradisi tersebut secara sederhana.

PENUTUP

Simpulan

Masyarakat samin masih banyak dijumpai dan mereka bertempat tinggal di desa-desa dalam wilayah kabupaten bojonegoro dan ngawi propinsi jawa timur. Sedangkan untuk wilayah jawa tengah tersebar di kabupaten blora, pati dan kudus. Masyarakat samin sebenarnya adalah etnis jawa namun karena mereka memiliki tata cara kehidupan bahkan tradisi yang berbeda dengan masyarakat jawa, maka masyarakat samin di anggap sebagai etnis tersendiri.

Hal apa yang bisa kita ambil dari tatanan kehidupan masyarakat samin yang bisa dikatakan sebagai orang kampung yang bahkan bisa dibilang jauh dari peradaban. Di era global saat ini, standard dan batas-batas etika tidak lagi diindahkan oleh sebagian besar warga dunia. Etika bukan lagi sesuatu yang harus dijaga. Pranata sosial dan aturan (undang-undang) pun sudah bukan hal baru untuk dilanggar. Walaupun dianggap nyeleneh dan sebagainya, tatanan kehidupan masyarakat samin amat sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran. Hal ini yang harusnya menjadi bahan koreksi dan pembelajaran agar budaya kejujuran tersebut bisa kita aplikasikan dalam kehidupan di era globalisasi.

Saran

Masuknya beragam program pemerintah untuk mengubah kondisi masyarakat dari keadaan terbelakang menuju kepada sebuah kemajuan, menjadikan masyarakat terpaksa meninggalkan nilai-nilai kulturalnya. Pemerintah selalu menganggap kondisi masyarakat adalah sebuah kondisi yang harus mendapat pembenahan. Pembenahan yang dilakukan pemerintah terkadang menjadi negative setelah dilaksanakan pada masyarakat yang memiliki nilai cultural yang bertolak belakang dengan program pembangunan pemerintah. Dampak yang ada di masyarakat sebagai akibat dari pembangunan, yang tidak jarang berdampak negatif.

Budaya masyarakat samin tidak lantas dimodernisasi hanya karena alasan mereka dianggap sebagai orang kampung dan jauh dari peradaban. Karena dibalik kesederhanaan tatanan kehidupan mereka, ternyata masih banyak budaya luhur yang masih harus tetap dipertahankan. Jangan sampai hilang akibat gempuran budaya asing di era globalisasi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Mumfangati, Titi.. 2004. Kearifan Lokal Di Lingkungan Masyarakat Samin Kabupaten Blora Jawa Tengah. Jarahnitra. Yogyakarta.

Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta. Jakarta

Poerwanto, Hari. 2006. Kebudayaan Dann Lingkungan Dalam Perspektif Antropologi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Salim, Agus. 2002. Perubahan Sosial. Tiara Wacana. Yogyakarta

Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Press. Jakarta

Soemardjan, Selo. 1986. Perubahan Sosial Di Yogyakarta. UGM Press. Yogyakarta

Anonim. 2002. Budaya Samin. http://budayasamin//org. diunduh pada tanggal 11 Juni 2012.

Leave a comment